Sepenggal Cerita dari Gunung Marapi (2891 M) Sumatera Barat

(Puncak Abel Tasman, 2016)
      Waktu telah membuktikan bahwa ia menari sesuai takdir, hingga tibalah sebagian orang pada satu titik, dimana perjuangan menuntut ilmu dari perguruan tinggi berakhir di September 2016, bulan dimulainya cerita baru melanjutkan skenario dari Tuhan. Selamat untuk rekan-rekan yang sudah Sarjana Sains Terapan, dan Sarjana Sains Tunda, semoga kata tunda bisa berubah menjadi terapan di tahun 2017 ini. Aamiin! :)

      Beep.., handphone ku berdering, "nal pergi mendaki yuk, kata Frisye". "Emang siapa aja yang pergi ngun?" kataku. Banyak kok, ada Riski, Vera, Aidil juga, kapan lagi kan, ntar kita ngak ada waktu lagi buat ngumpul bareng dengan MPH12! "Oke, tapi tanyakan ke Riski ya, apa saja perlengkapan yang harus dibawa" kataku. Mendaki adalah satu kata yang memang telah lama aku inginkan, karena dengan kata tersebut, kita yang merasa ada apanya akan sadar bahwa kita bukan siapa-siapa di ketinggian, dalam naungan indahnya ciptaan Sang Penguasa, mengetuk logika yang tertutup dan terkunci oleh keegoisan.

      Hari yang telah ditentukanpun datang, kami berangkat dari rumah masing-masing dengan membawa bekal sesuai instruksi. Jujur untuk izin dari orang tua saya hanya bilang pergi kemping ke Koto Baru, bukan bermaksud bohong, tapi dari awal saya memang tidak diperbolehkan oleh keluarga karena alasan keselamatan, sayang hati saya tetap berontak ingin pergi. Setelah sampai di tempat berkumpul di Pasar Koto Baru, saya baru bilang kalau saya akan pergi mendaki. Meski dengan risau, akhirnya saya mendapat restu juga dari Mama. Hehe! Finally, kami yang antusias datang terlebih dahulu, menunggu teman-teman yang lain di masjid Koto Baru, sekaligus memberi perlengkapan yang dirasa perlu untuk mendaki.

      Setelah bokong kami terasa kempes menunggu, satu persatu teman kami datang, ada Vera, Riska, Dae, dan Kak Meli. Tapi Kepala Arak yang akan menuntun kami pergi mendaki belum datang juga yaitu: Riski dan Bang Arif, dan kami baru dapat informasi kalau mereka masih ada pekerjaan dan menyusul sebentar lagi.

      Riski dan Bang Arifpun datang, mereka mengatakan kalau kita akan berangkat setelah maghrib. Sebelum berangkat kami mengumpulkan uang untuk membeli bahan dan peralatan yang dibutuhkan selama mendaki, kemudian packing peralatan, bahan ke tas carrier. Setelah itu breafing mendengarkan dengan seksama informasi, aturan, dan larangan yang disampaikan oleh kepala arak 1 dan 2. Karena jarak antara pos pendakian dengan pasar Koto Baru cukup jauh, kami sepakat untuk menyewa mobil dengan harga kalau tidak salah Rp6.000 (enam ribu rupiah) per kepala.

      Pukul 19.30 WIB kami bersembilan (Aidil, Arif, Dae, Frisye, Meli, Riska, Riski, Ronald, dan Vera) pergi menuju pos keberangkatan. Sesampainya disana, kami membayar tiket masuk sekitar Rp15.000 (lima belas ribu rupiah) per kepala. Ya, berangkat dengan jumlah ganjil, sudah membuka  pintu peluang untuk berhubungan dengan hal mistis, dan saya tidak berharap hal yang demikian, tapi hati saya berbisik dengan pasti. Saya hanya diam, membuang cemas, karena selama ini bisikan hati saya tidak pernah berbohong, dan saya salah satu orang yang percaya akan hal itu.

      Sebelum memulai perjalanan, kami mengucapkan terima kasih kepada bapak yang telah mengantarkan kami menuju pos. Perjalanan dimulai menuju pesanggrahan melawati ladang dan kebun warga sekitar Gunung Marapi, disana ada tanaman cabe, tomat, terong, dan tanaman lainnya yang ngak sempat saya lihat, karena sudah gelap. Buat rekan-rekan yang mau mendaki, buahnya jangan diambil untuk bekal mendaki atau oleh-oleh buat emak di rumah ya, ntar bisa kualat atau dapat kultum (kuliah tujuh menit) dari pemiliknya. Hehe!

      Cuaca menunjukkan aksinya, guntur menyahut dan gerimis kecil mencium pipi orang ganteng dan cantik (sertifikat Rekor Bersembilan) para pendaki waktu itu. Kecuali saya, saya cuma ada sertifikat seminar yang acaranya ada snack gratis. Sesampainya di pesanggrahan kami mulai mencari tempat berteduh, ya mushola menjadi destinasi kami, karena hujan sudah mulai melancarkan aksinya, kami mendirikan tenda, sholat, dan makan malam di mushola itu. Hujanpun belum juga reda, kami memutuskan untuk menginap di mushola dengan mendirikan tenda di atas mushola, dan akan melanjutkan perjalanan di waktu shubuh.

      Adzan shubuhpun berkumandang, mengetuk mata kami untuk bangun melaksanakan sholat dan melanjutkan perjalanan menuju puncak. Dalam perjalanan, kami melewati jembatan dari bambu melintasi sungai menuju hutan, dan berhenti selang beberapa ratus meter dari jembatan, karena ada rekan yang merasa lelah. Kejadian aneh di mulai dari sini, ketika saya ruku sambil memegang lutut karena nafas tersengal, saya menghitung kaki rekan-rekan saya, satu, dua, tiga, empat,..., sepuluh, deg..! bukannya yang berangkat cuma sembilan? dari awal saya sudah memegang komitmen, untuk tidak menceritakan apapun itu sebelum turun. Itulah alasan saya kenapa tertarik untuk mengangkat cerita ini, karena banyak hal mistis yang saya alami. Saya tetap menunduk, karena sudah ada yang mengikuti. Saya tidak tahu apakah teman lain juga ikut merasakan hal yang aneh semenjak berangkat.

      Perjalanan ditempuh, setiap orang yang lewat selalu disapa Pak/Buk, dan sudah menjadi tradisi ketika mendaki di Gunung Marapi. Ketika berpapasan dengan orang yang mau turun, mereka selalu bilang, semangat pak, buk, sebentar lagi sampai. Hueek,, udah kenyang dan badan seperti keluar dari tong rebusan, belum juga nyampe-nyampe dekat apanya coba? Kan yo Panduto Gadang paja tu yo. LOL XD.

      Waktu berlalu, puncak mulai memperlihatkan bentuknya, namun perjalanan semakin menanjak ada yang nafasnya tersengal, ada yang nangis sambil nenteng jeriken, dan ada juga tu rekan yang  kentut, dan teman di belakang jadi korban, ajaibnya tukang kentut itu pasang wajah innocence, kayak bayi baru lahir, ka disabuik an urangnyo ha? Saya tahu pelakunya. Hehehe.

      Singkat cerita, Bang Arif kepala arak 1 sampai di cadas duluan disusul Riski kepala arak 2 dan rekan yang lain. Sesampainya disana kami menurunkan barang bawaan, mendirikan tenda, dan mencari kayu untuk bahan bakar. Saya dan Aidil mulai mendirikan tenda, sayangnya kami yang baru pemula cukup kesulitan mendirikan tenda, ketika tenda kami sudah hampir selesai, eh ada tai kuning disebelahnya, Saya dan Aidil mengumpat saking kesalnya, "Ondeeh, sia yang tacirik disiko ko dil, sambarang seh tacirik mah, kataku". "Ndak tau Aidil do nal, yo ndak bataratik urangnyo do mah, lah tasasak urangnyo tu mah" balas Aidil.

      Selang beberapa menit kami mengumpat, eh ternyata keluar anak babi mengibas-ngibaskan ekornya menuju tenda yang kami dirikan tadi. Saya dekati dan teman yang lain memberi babi itu sayur sawi, ternyata sarangnya pas disamping tenda kami, oalah untung emaknya lagi pergi ke pasar atau tidur kesorean. Kalau ada emaknya, saya atau Aidil udah diseruduk karena mendirikan tenda disana. Akhirnya tenda dipindahkan di bawah pohon sekitaran cadas. Kami baru sadar kalau itu kotoran babi, padahal kami sudah mengumpat ngak karuan. Hahaha!

      Sorepun menjelang, ketika saya masih mencari kayu di dekat tenda, jujur bisikan halus menghampiri saya, itu suara perempuan, dia menyuruh saya pulang, "pulanglah lai (bahasa minang)" sebanyak dua kali dengan nada kesal. Saya tertegun, dan menghentikan pencarian kayu, ini pertanda kalau tempat kami mendirikan tenda tidak beres, sesuai komitmen awal, saya tidak boleh menceritakan apapun sebelum sampai di bawah. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah kami semua lupa akan perintah sholat, tidak ada satupun yang sholat pada saat itu. Kecuali sholat shubuh sewaktu berangkat dari pesanggrahan, itu fakta yang saya lihat, tapi entahlah mengkin ada teman yang sholat tanpa sepengetahuan saya setelah pergi dari pesangrahan.

      Malampun tiba, kejadian yang saya alami tak berakhir disitu, malam yang dingin, disertai angin dan gerimis, membuat kami mulai menyusun barang bawaan dan memeriksa tenda jika kemungkinan hujan datang. Sekitaran tenda kami terdengar ramai para pendaki yang baru sampai. Riski membuat api unggun di samping tenda, dengan kayu yang telah kami kumpulkan tadi. Namun sayang, api tak bertahan lama, padam karena kayu yang kami bakar masih basah. Waktu menujukkan pukul 22.00 WIB, mata ini belum terpejam, karena dingin dan tenda yang sempit. Diselingi dengan memasak mie dan kacang hijau pada waktu itu, sayangnya kacang hijau kami tumpah, dan hanya kebagian sedikit. Tenda yang kami dirikan kami hanya dua, satu tenda diisi oleh lima orang cewek, dan satu tenda lagi diisi oleh empat orang cowok, padahal kapasitas masing-masing tenda hanya untuk dua orang, haha, kebayangkan sempitnya kami seperti ikan sarden dalam kaleng?

      Selang beberapa menit mata ini terpejam, para pendaki heboh, menyerukan ke kami agar tidak keluar tenda, ada apa gerangan? Riski penasaran dan keluar tenda. Saking terperanjatnya Riski, ia masuk kembali ke tenda dengan panik. Ado apo ki? matikan lampu dan jangan bergerak, parang, mana parang? semua terkejut, setelah riski bilang bahwa ada babi di luar. Ketika diintip Si Kendik itu (nama keren babi) sedang asik ngumpulin dan mencopak (mengunyah) biji kacang hijau kami yang tumpah karena rekan kita yang tidak saya sebutkan namanya, setelah diselidiki ternyata itu emak kendik yang nongol tadi sore. Merasa terancam si kendik itupun lari melewati tenda kami tanpa permisi dan pergi ke sarangnya sambil melenggok memamerkan pantat yang tepos karena kurang makan. Ya sarangnya tepat di posisi tenda kami sebelum pindah sore tadi, ingatkan? yang ada kuning-kuningnya tadi. Hehe.

      Kami berusaha menghidupkan api unggun kembali, tapi hanya bertahan sementara, akhirnya saya dan riski kembali ke tenda untuk tidur karena sudah larut malam. Selang beberapa menit tidur, saya bermimpi dan lokasi mimpi saya itu tepat di tenda saya tidur. Awalnya, di dalam mimpi itu, angin kencang datang disertai gerimis, dan saya mendengar banyak orang berteriak karena pohon yang di atas tenda kami roboh oleh angin, tapi anehnya semua jeritan adalah suara cewek yang menjerit ketakutan, dan dalam mimpi itu yang terhimpit pohon adalah Bang Arif dan Riski, semua terasa nyata sontak saya mengangkat tangan untuk menahan pohon yang roboh agar Bang Arif dan Riski tidak terhimpit sekaligus saya mebaca ayat kursi ketika menahan pohon roboh itu.

      Semua rekan saya terkejut dan menahan tangan saya yang terangkat, mereka mengira saya kesurupan, Aidilpun menegaskan kalau saya hanya mimpi, dan saya sadar kalau itu mimpi tapi anehnya mimpi saya itu lokasinya tepat di tempat saya tidur. Hati mengira yang menjerit dalam mimpi saya itu bisa jadi perempuan tadi sore yang menyuruh saya pulang. Riski bilang ke saya dia memang ada, dan sedang duduk di atas pohon. Malam itu cukup menegangkan, dan Alhamdulillah semua kembali tenang, kamipun kembali tidur menunggu pagi.

      Pagi datang dengan cerah, matahari mulai naik, kami melanjutkan perjalanan ke puncak, melewati bebatuan, dan hal aneh saya rasakan ketika mendaki menuju puncak, yaitu jurang disamping saya lihat itu tidak asing lagi di mata, dan saya pernah bermimpi dikejar oleh seorang perempuan  menakutkan di tempat itu, padahal saya baru pertama kali ke tempat ini. Sesampainya di Tugu Abel Tasman, lanjut ke taman edelweis sambil berkodak ceria, tapi sayang kita tidak sempat ke puncak merpati, karena sudah lelah. Kemudian kami kembali ke basecamp mengambil peralatan bersiap untuk turun. Alhumdulillah kami semua selamat, karena sudah malam kami menginap di rumah kepala arak 2, disini kami membersihkan diri, dan disinilah semua cerita terkuak, bahwa tidak hanya saya yang mengalami hal demikian, ada dua orang mengalami hal yang sama dengan cerita berbeda, dan mereka bilang kalau kami diikuti sampai ke bawah. Allahualam!

      Keesokan harinya, kami bersiap pulang ke rumah masing-masing dengan langkah perjuangan baru. Terima kasih rekan-rekan semua untuk kegiatan ini, jaga diri kalian semua: Aidil, Arif, Dae, Frisye, Meli, Riska, Riski, dan Vera, semoga kelak kita berjumpa di lain waktu, menceritakan kisah tentang sukses. Aamiin!

The End.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Grand Royal Denai Hotel, Bukittinggi

Perguruan Tinggi Negeri di Sumatera Barat